Senin, 12 Desember 2016

Syariat Islam Aceh Dalam Lintas Sejarah



PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI ACEH
DALAM LINTAS SEJARAH

Ali Geno Berutu
Sekolah Pascasarjana (SPs)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e-mail: ali_geno@ymail.com

ABSTRAK
Reformasi telah bergulir di Indonesia sejak tahun 1998. Salah satu akibat dari reformasi adalah tumbangnnya rezim Orde Baru (1965-1998) dan telah menjadi salah satu penguat dalam momentum penegakan syariah di Indonesia. Kalangan Islam politik beranggapan bahwa hukum warisan Kolonial Belanda telah terbukti gagal dan tidak bisa menghadapi perkembangan zaman dan ketertiban masyarakat dan Islam dianggap sebagai satu-satunya alternatif. Tuntutan penerapan syariat Islam menjadi gejala umum di Indonesia sejak tahun 1999-2009, otonomi daerah yang merupakan buah dari reformasi sangat mempengaruhi tuntutan formalisasi syariat Islam di Indonesia.
Formalisasi syariat Islam di Aceh setidaknya memiliki dua sisi yang berbeda. Pertama sisi ke–Indonesiaan, yaitu pemberlakuan syariat Islam di Aceh ditujukan untuk mencegah agar Aceh tidak memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sisi ini kita bisa melihat bahwa proses-proses pemberlakuan syariat Islam di Aceh bukanlah suatu proses yang genuine dan alamiah, tapi lebih merupakan suatu move dan kebijakan politik dalam rangka mencegah Aceh dari upaya pemisahannya dari NKRI. Penerapan syariat Islam pada tahap ini mengarah kepada untuk meminimalisir ketidakpuasan Aceh terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat dan lebih merupakan political. Langkah politik darurat untuk menyelamatkan Aceh dalam pangkuan republik yang bertujuan untuk mendatangkan kenyamanan psikologis bagi masyarakat Aceh. Kedua, gagasan atau tujuan dari rakyat Aceh sendiri. Artinya bahwa pemberlakuan syariat Islam di Aceh merupakan cita-cita dan hasrat yang sudah lama terpendam sejak zaman DI/TII yang dipimpin oleh Teuku Muhammad Daud Beureueh.

Kata Kunci: Aceh, Syariat Islam, Qanun, GAM

A.   Pendahuluan
Dari sudut sosio–budaya, masyarakat Aceh pada dasarnya menampilkan adat dan Islam sebagai unsur yang dominan dalam mengendalikan gerak masyarakat. Agama Islam telah membentuk identitas masyarakat Aceh sejak masa awal penyebarannya keluar jazirah Arab.[1] Nilai-nilai hukum dan norma adat yang telah menyatu dengan Islam merupakan pandagan hidup (way of life) bagi masyarakat Aceh.[2] B.J Bollan, seorang antropolog Belanda mengatakan, “Being an Aceh is equivalent to being a Muslim” (menjadi orang Aceh telah identik dengan orang Muslim).[3] Pengaruh hukum Islam terhadap hukum adat telah meliputi semua bidang hukum, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum Islam dan hukum adat telah melebur menjadi satu hukum. Adagium yang masih dipegang masyarakat Aceh, “adat bak po teummeurehum, hukum bak syah kuala, qanun bak putro pahang, reusum bak laksamana”. Hal ini sesungguhnnya mengandung makna pembagian kekuasaan dalam kesultanan Aceh Darussalam, kekuasaaan politik dan adat ada ditangan sultan (Po Teummeurehum), keuasaan pelaksanaan hukum berada ditangan ulama (Syiah Kuala), kekuasaan pembuat undang-undang ada ditangan Putro Pahang, dan peraturan protokeler (Reusam) berada ditangan laksamana (panglima perang di Aceh).[5] Menurut Arskal Salim ada beberapa alasan masyarakat Aceh yang menjadikan Islam sebagai identitasnya. Pertama, sejarah mencatat bahwa perkembangan Islam di Indonesia diawali dari Aceh,[6] hal ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam catatan Marco Polo yang melewati Peurlak (Aceh Timur saat ini) dan menggambarkan bahwa kota tersebut (Peurlak) adalah kota muslim pada tahun 1292.[7] Kedua, kerajaan Islam pertama di Indonesia didirikan di Aceh, hal ini dibuktikan dengan penemuan batu nisan Raja Samudra Sultan Malik as-Salih yang tercatat pada tahun 1927. Menurut Ricklefs penemuan ini menunjukkan bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia berada di Aceh. Ketiga adalah sejarah penerapan syariat Islam di Aceh yang memiliki sejarah yang sangat panjang, proses sejarah inilah yang menjadi motivasi bagi masyarakat Aceh untuk menjadikan Islam sebagai identitasnya.[8]



[1] Yusni Saby, Apa Pentingnya Studi Aceh, dalam M. Jakfar Puteh, Sistem Sosial Budaya dan Adat Masyarakat Aceh (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2012), xxxi.
[2]Abidin Nurdin, “Revitalisasi Kearifan Lokal di Aceh: Peran Budaya Dalam Menyelesaikan Konflik Masyarakat”, Anlisis, Vol. XIII No. 1 Juni 2013, 139.
[3] Hasnil Basri Siregar, “Lessons Learned From The Implementation Of Islamic Shari’ah Criminal Law In Aceh, Indonesia” , Journal of Law and Religion, Vol. 24, No. 1 (2008/2009), pp. 143-176,147. http://www.jstor.org/page/info/about/policies/terms.jsp (diakses pada tanggal 6 Mar 2015). Lihat juga, Nur Jannah Ismail, “Syari’at Islam dan Keadilan Gender” ,First International Conference of Aceh and Indian Ocean Studies 24 – 27 February 2007, 6-7. http://www.ari.nus.edu.sg/docs%5CAceh-project%5Cfull-papers %5Cac ehfpnurjannahismail.pdf (diakses pada tanggal 26 Feb 2015).
[4] Mohd. Din, Stimulasi Pembangunan Hukum Pidana Nasional dari  Aceh Untuk Indonesia  (Bandung: Unpad Press, 2009), 38.
[5] Khamami, Pemberlakuan Hukum Jinayat di Aceh dan Kelantan (Tangerang Selatan: LSIP, 2014),70-72.
[6] Javier Gil Pérez, “Lessons of peace in Aceh: administrative decentralization and political freedom as a strategy of pacification in Aceh”, Icip Working Papers:  International Catalan Institute, 2009, 11.
[7] Asma Uddin,  "Religious Freedom Implications of Sharia Implementation in Aceh, Indonesia", University of St. Thomas Law Journal: Vol. 7: Iss. 3 (2010), Article 8, 615. Available at: http://ir.stthomas.edu/ustlj/vol7/iss3/8  (diakses pada tanggal 27 Feb 2015).
[8] Arskal Salim,“Shari’a From Below’ In Aceh (1930s–1960s): Islamic Identity And The Right To Self-Determination With Comparative Reference To The Moro Islamic Liberation”, Indonesia And The Malay World, Vol. 32, No. 92, March 2004 Front (Milf),83.


----------------------------------------------------------------------------------------------------------
 Tulisan ini telah dimuat dan diterbitkan dalam Istinbath: Jurnal Hukum IAIN Metro Lampung
Tulisan lengkapnya dapat anda download pada link dibawah ini ------>>>>>>

http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/istinbath/article/view/699/884

BACA JUGA

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda